Home > Motivation > Oase di tengah gurun

Oase di tengah gurun

Jakarta, ibukota negara Indonesia. Kerasnya kehidupan di kota Jakarta, seakan tidak mengenal belas kasihan kepada warganya. Sampai2 muncul ungkapan: Kejamnya ibu tiri tidaklah sekejam ibu kota Jakarta.

Di kota ini semua orang berlomba2 untuk menjadi yang terbaik. Semua orang berusaha untuk mengadu nasibnya dan mencari penghidupan.

Sebagaimana kota lain, kerasnya kehidupan di Jakarta juga memberikan efek negatif tersendiri. Orang cenderung menjadi individualis, hanya memikirkan dan mementingkan diri sendiri. Hidup di Jakarta, serasa hidup di tengah gurun pasir. Panas terik dan kekeringan melanda — kekeringan batin terutama, membuat orang senantiasa merindukan hangatnya kasih sayang dari sahabat ataupun keluarga.

Sisi negatif lainnya adalah tingkat kriminalitas yang semakin tinggi. Gaya hidup konsumtif dan kesenjangan antara yg kaya dan miskin, adalah 2 ‘driver’ utama dari munculnya tindakan kriminal — baik itu yang dilakukan oleh penjahat kelas teri, sampai tingkat kaliber: white-collar crime.

Sering kita dengar, kita baca maupun lihat: kejahatan2 mulai pemerkosaan, penipuan, pemerasan, perampokan sampai pembunuhan. Kayaknya tiap detik waktu berputar, selalu saja terjadi di suatu tempat .. kejahatan yang membuat hati kita miris. Kalau sudah begini, siapa yang tidak merasa takut. Minimal aku selalu waspada, terhadap aksi maupun reaksi yang dilakukan orang lain: jangan2 ada udang di balik batu!

Namun, hal tersebut tidak selamanya benar. Setidaknya yang terjadi pada diriku, kemarin malam saat kota Jakarta baru diguyur hujan deras sepanjang siang dan sore.

Sialnya, aku tidak sempat memarkir sepeda motor di tempat yang tertutup dari hujan, sehingga busi motor jadi basah. Awalnya motor bisa jalan, setelah beberapa kali aku mencoba starter. Tapi setelah jalan beberapa meter, motor kembali ngadat. Waktu itu aku tengah berada di sebuah jalan raya yang terkenal ramai, padat dengan kendaraan yg lain. Seakan semua orang hanya punya satu pikiran: ingin cepat sampai tujuan!

Apa yang terjadi adalah, ketika aku meminggirkan sepeda motor. Di situ kebetulan ada beberapa pemuda yg sedang duduk2, jarak 3 meter dari aku. Salah satunya melihatku, tengah berupaya menghidupkan kembali sepeda motor (sialnya dan tololnya kunci busiku tertinggal di rumah). Dia pun mendekat dan menawarkan bantuan. Karena aku sendiri waktu itu setengah capek, setelah mencoba start mesin tapi tidak nyala juga — aku terima tawarannya. Namun, secara sadar aku berjaga2 .. mempersiapkan diri kalo2 sesuatu yang tidak dikehendaki terjadi.

Ternyata semua kecurigaanku tidak beralasan. Dia, si penolongku kemudian mencarikan kunci busi dan membantuku membuka busi dan mengeringkannya. Hingga akhirnya motorku menyala lagi. Hanya ucapan terima kasih yang aku berikan. Dan dia pun juga menerimanya dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan.

“Atau jangan2 sebenarnya dia ingin imbalan juga, tapi tidak dikatakannya, yah?” Duuh, hati dan pikiranku ini .. masih aja dikotori dengan prasangka2 seperti itu.

Yang jelas kebaikan hati orang tersebut membuatku merasa senang. Seperti menemukan telaga oase di tengah gurun pasir. Ternyata, di dalam kerasnya roda kehidupan yang berputar, masih ada orang2 berhati tulus yang mau memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.

Maka, dengan tulus juga dalam hati ku berucap: “Semoga kebaikannya dibalas dengan kebaikan yang berlipat oleh-Mu, ya Allah. Amiinn..”

Categories: Motivation Tags: ,
  1. kaleena
    September 1, 2008 at 12:22 pm

    Apapun kondisinya dan dimananapun kita berada pastilah selalu ada “sang Penolong” bagi setiap manusia yaitu “Sang Pencipta ALLAH, SWT” kedengarannya klise ya…

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment